BAB I
1.
Latar Belakang
Kita sebagai seorang muslim seharusnya
mengetahui bagaimana sejarah dakwah itu dilahirkan dan bagaimana cara dakwah
itu berkembang. Oleh karena itu kami mencoba untuk mengingatkan kembali akan
sejarah lahirnya dakwah dan bagaimana perkembangan, dan cara penggunaan. Telah
kita ketahui bersama bahwa umat Islam pada saat sekarang ini lebih banyak
mengenal figur-figur yang sebenarnya tidak pantas untuk di contoh dan ironisnya
mereka sama sekali buta akan sejarah dan pri kehidupan Rasulullah SAW. Oleh
karena itu kami mencoba untuk membuka, memaparkan tentang kehidupan Nabi
Muhammad SAW, dan mudah-mudahan dengan adanya makalah ini menambah rasa
kecintaan kita pada nabi Muhammad SAW. Adapun tujuan penulis menyusun makalah
ini supaya pembaca lebih mengetahui tentang kehidupan nabi Muhammad SAW dan
proses dakwah beliau serta pembentukan Negara Madinah.
2. Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian Sejarah Dakwah ?
2.
Bagaimana
dimensi sejarah dalam dakwah ?
3.
Bagaimana
pola perkembangan dakwah di Indonesia?
3.
Tujuan Rumusan Masalah
1.
Untuk
menjelaskan pengertian sejarah dakwah
2.
Untuk
memaparkan dimensi sejarah dakwah
3.
Untuk
memaparkan pola perkembangan dakwah di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sejarah Dakwah
“Sejarah
Dakwah” berasal dari dua kata, yaitu sejarah dan dakwah. Sejarah
berasal dari bahasa Arab “syajarah” yang berarti pohon. Salah satu
alasan terpilihnya kata yang bermakna pohon ini,barangkali karena sejarah
mengandung konotasigenealogi, yaitu pohon keluarga, yang menunjukkan kepada
asal usul sesuatu marga.
Dalam bahasa
Arab sendiri, sejarah disebut tarikh yang berarti penanggalan
atau kejadian berdasarkan urutan tanggal atau waktu. Orang inggris menyebutnya history
yang berasaldaribahasa Yunani istoria berarti ilmu untuk semua macam
ilmu pengetahuan tentang gejala alam, baik yang disusun secara kronologis
maupun yang tidak. Kemudian dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan, kata istoria
hanya khusus digunakan untuk ilmu
pengetahuan yang disusun secara kronologis, terutama yang menyangkut halihwal
manusia.
Kini kata sejarah,
history dan tarikh telah
mengandung arti khusus yaitu masa lampau umat manusia. Sedangkan Dakwah
secara etimologis (lughatan) berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan. Kata da’a mengandung arti : menyeru,
memanggil, dan mengajak. Dakwah artinya seruan, panggilan dan ajakan.
Dakwah Islam dapatdipahami sebagai seruan, panggilan, dan ajakan kepada Islam.[1]
B.
Dimensi Sejarah Dalam Dakwah
Sejarah pada hakikatnya adalah penjumlahan dari tendensi-tendensi
umum yang sedang berlaku. Dakwah dipahami dalam dimensi lampau, kini,dan esok.
Mencermati dakwah dalam perspektif sejarah akan mengantarkan cara kita memahami
satu kurun sejarah kemudian kita menilai sejarah itu secara cepat tepat dan
kemudian menentukan sikap dakwah.
Bagaimana sikap dakwah terhadap perkembangan sejarah yang ada dalam
dunia modern, diperlukan pemikiran secara menyeluruh maupun bagian demi bagian.
Dan tidak cukup hanya dengan dakwah yang ditujukan sekedar menciptakan pribadi-pribadi
muslim yang tahan banting terhadap benturan sejarah. Namun, dakwah juga harus
menciptakan sebuah dunia yang sesuai dengan gambaran Islam.
Tentu saja dalam berdakwah kita harus bersikap sangat hati-hati,
terutama dalam menentukan peranan dakwah dalam sejarah. Dakwah bisa bersikap
positif, negati, atauanti-historis. Maksud bersikap positif, bahwa proses
dakwah berfungsi menguatkan kecenderungan sejarah yang ada. Bersikap negatif
dalam arti dakwah menolaknya dan bersikap a-historis, yaitu dakwah
berada diatas kejadian-kejadian sejarah. Jika dakwah menolak kecenderungan
sejarah itu maka akan terseret dalam proses sejarah.
Menurut Kuntowijoyo,langgam keagamaan Indonesia meliputi langgam
keagamaan Indonesia meliputi langgam esoteris, estetis, dan etis.
Penonjolan segi esoteris adalah suasana asik dalam masuk pada hubungan antara
manusia dan Allah. Contoh bagaimana hubungan vertikal itu menjadi amat penting
dalam kehidupan agama. Langgam keagamaan estestis adalah yang mementingkan
aspek emosi. Contoh kepuasan perasaan beragama timbul dari nyanyi bersama,
upacara-upacara dan hubungan personal sesama umat. Langgam etis mementingkan
urusan kemasyarakatan sebagai perwujudan langsung cita-cita tertib dan susila
agama.
Untuk menggambarkan manusia dalam zaman modern sekarangini,
setidaknya adatiga gejala yang cukup menonjol, yaitu industrialisasi,
rasionalisasi, dan alienasi. Pada masa modern, manusia dihadapkan pada
proses penggantian cara hidup bertani dengan cara hidup industri dengan
melibatkan sebanyak-banyaknya orang kedalam pembuatan barang-barang modal dan
pakai, serta pengedarannya.
Pendekatan dakwah yang tepat sebagai jawaban atas tantangan sejarah
modern itu adalah mengembangkan dan memperbaharui pemahaman agama yang bersifat
fungsional, bukan bersifat substansional adalah usaha untuk membuat aspek-aspek
substansial dan simbolikal efektif dalam masyarakat.
Oleh karena masyarakat Indonesia beragam, usaha dakwah harus pula
beragam. Ada cara tersendiri untuk setiap kelompok sosial, seperti masyarakat
kota dan masyarakat pedesaan, masyarakat kelas atas dan masyarakat kelas bawah.[2]
C.
Pola perkembangan dakwah di Indonesia
1)
MASA WALI
Pada abad ke 9 H/14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara
massal. Pada saat itu disebabkan kaum muslimin sudah memiliki kekuatan politik
yang berarti. Yaitu, ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak
islam, seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate.
Pesatnya islamisasi pada abad ke 14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh
surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu atau Buddha di
Nusantara, seperti Majapahit, Sriwijaya, dan Sunda.
Sementara itu, dalam sejarah penyebaran agama Islam terutama di
Pulau Jawa banyak ditemukan literatur bahwa pada masa awal, da’i sebagai
penyebar Islam banyak dipegang peranannya oleh para “wali sembilan” yang
lebih dikenal dengan “walisongo”. Kata wali berasal dari Al-Qur’an yang
banyak memiliki arti antara lain: penolong, yang berhak, yang berkuasa. Wali
juga memiliki arti pengawal, kekasih, ahli waris, dan yang berkuasa.
Walisongo disini diartikan sebagai sekumpulan orang (semacam dewan dakwah) yang
dianggap memiliki hak untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat Islam di bumi
Nusantara pada zamannya.
Dalam melaksanakan misinya terjadi pembagian kerja yang sangat
sinergis walaupun mereka tidak hidup dalam satu zaman. Hal ini dapat dilihat
dari pembagian kerja dengan mengambil resening formasi 5;3;1, yakni lima di
Jawa Timur,tiga di Jawa Tengah, satu di Jawa Barat. Dan pembagian tersebut
didasarkan atas kondisi yang terjadi pada mad’u pada saat itu.
Pertimbangan orientasi kegiatan dakwah diarahkanpada pusat-pusat kekuasaan
politik.
Dan metode yang dikembangkan oleh para wali dalam gerakan dakwahnya
adalah lebih banyak melalui media kesenian budaya setempat da samping melalui
jalur sosial-ekonomi. Atau lebih tepatnya pengislaman kultur atau mengulturkan Islam. Sebagai
contoh adalah media kesenian wayang dan tembang-tembang jawayang dimodifikasi
dan disesuaikan oleh para wali dengan konteks dakwah. Dan sebagai gambaran
spesifiknya dakwah yang dikembangkan masing-masing para wali sembilan tersebut
dapat kita analisis sebagai berikut :
1.
Maulana Malik Ibrahim
Nama lainnya Maulana Maghribi, dan Maulana Ibrahim. Pola dakwah
yang berhasil beliau kembangkan adalah :
a.
Bergaul
dengan para remaja
b.
Membuka
pendidikan pesantren
2.
Sunan Ampel
Gelar Sunan
Ampel adalah Raden Rahmat, sedangkan nama mudanya adalah Ahmad Rahmatullah.
Pola dakwah yang dikembangkan oleh Sunan Ampel adalah:
a.
Mengadakan
pendidikan bagi masyarakat, khususnya para kader bangsa dan para mubaligh.
b.
Menyiapkan
danmelatih generasi-generasi Islam yang dapat diandalkan. Seperti Sunan Giri,
Raden Fatah, Maulana Ishak, dan lain sebagainya.
c.
Membangun
hubungan silaturrahmi dan persaudaraan dengan putra pertiwi (pribumi).
d.
Mempelopori
berdirinya Masjid Agung Demak.
e.
Melebarkan
wilayah dakwahnya, yaitu dengan mengutus para kepercayaannya untuk berdakwah ke
wilayah lain.
3.
Sunan Giri
Nama lainnya adalah Joko samudra, raden paku, prabu satma. Gelarnya
yaitu Sultan Abdul Faqih karena sangat yakin dan mendalam ilmu fiqihnya. Dan
pola yang telahdikembangkan beliau adalah :
a.
Membina
kader da’i inti, yaitu mereka yang dididik diperguruan Giri.
b.
Mengembangkan
Islam keluarJawa.
c.
Menyelenggarakan
pendidikan bagi masyarakat secara luas, yaitu dengan mewujudkan gamelan
sekaten.
4.
Sunan Kudus
Nama lainnya
adalah Ja’far Shodiq, Raden Undung atau Raden Untung, dan Raden Amir Haji.
Beliau menguasai Ilmu Hadist, ilmu Tafsir Al-Qur’an, Ilmu sastra, Mantiq, dan
terutama sekali Ilmu Fiqh. Beliau juga di juluki “waliyul ilmu” yang
artinya wali yang menjadi gudang ilmu. Di samping itu, beliau juga merupakan
seorang pujangga besar. Pola dakwah yang beliau kembangkan banyak bercorak pada
bidang kesenian. Salh satu karyanya yang terkenal adalah maskumambang dan
mijil.
5.
Sunan Bonang
Nama lainnya
adalah Maulana Makhdum Ibrahim, dan mempunyai julukan Prabu Nyokro Kusumo.
Progam dakwah yang dikembangkannya adalah :
a.
Mendirikan
pendidikan dan dakwah Islam.
b.
Memasukkan
pengaruh Islam kedalam kalangan bangsawan keraton Majapahit.
c.
Terjun
langsung ke tengah-tengah masyarakat.
d.
Melakukan
kodifikasi atau pembukuan dakwah.
6.
Sunan Drajat
Nama aslinya
adalah Syarifuddin Hasyim. Adapun pola dakwah yang telah dikembangkan yaitu :
a.
Mendirikat
pusat-pusat atau pos-pos bantuan.
b.
Membuat
kampung-kampung percontohan.
c.
Menanamkan
ajaran kolektivisme, yaitu ajaran untuk bergotong royong dimana yang kuat
menolong yang lemah, dan yang kaya menolong yang miskin.
d.
Dibidang
kesenian beliau menciptakan tembang jawa, yaitu pangkur.
7.
Sunan Gunung Jati
Nama lainnya
adalah Syarif Hidayatullah. Strategi pengmbangan dakwah yang dilakukan Sunan
Gunung Jati lebih terfokus pada job description atau pembagian tugas di
anataranya adalah melakukan :
a.
Melakukanpembinaan
intern kesultanan dan rakyat yang masuk dalam wilayah Demak ditangan wai
senior. Dengan program utamanya adalah masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah
harus segera diislamkan sebab mereka merupakan kekuatan pondok.
b.
Melakukan
pembinaan terhadap luar daerah dengan menyerahkan tanggung jawabnya kepada para
pemuda.
8.
Sunan Kalijaga
Nama lainnya adalah Muhammad Said atau Joko Said. Salah satu
kelebihan beliau adalah kemampuannya memasukkan pengaruh Islam kepada kebiasaan
adat istiadat masyarakat Jawa. Pola dakwah yang telah dikembangkannya adalah:
a.
Mendirikanpusat
pendidikan di kadilangu.
b.
Berdakwah
lewat kesenian. Salah satunya yaitu tradisi selametan peninggalan agama Hindu
dan Buddha didekati dengan cara tahlil.
c.
Memasukkan
hikayat-hikayat islam ke dalam permainan wayang.
9.
Sunan Muria
Nama lainnya adalah Raden Prawoto, Raden Umar Syahid. Pola dakwah
yang dikembangkan oleh Sunan Muria adalah :
a.
Menjadikan
daerah-daerah pelosok pegunungan sebagai pusat kegiatan dakwah.
b.
Berdakwah
melalui jalur kesenian. Dengan menciptakan gending sinom, kinanti, dan
sebagainya.[3]
2)
Masa Penjajahan (Pesantren dan Organisasi Islam)
a)
Pesantren
Pesantren
berarti tempat tinggal para santri. Mengenai asal mula pesantren terjadi
perbedaan pendapat, yaitu pertama, pesantren berasal dari masa sebelum
masa Islam serta memiliki kesamaan dengan Buddha dalam bentuk asrama. Pendapat kedua,
mengatakan bahwa pondok pesantren merupakan pranata asli Islam, yang lahir dari
pola kehidupan tasawuf, yang pada perkembangannya merambah di beberapa wilayah
Islam.
Di Nusantara
terdapat beberapa istilah untuk pesantren diantaranya adalah surau,dayah atau
meunasah, dan madrasah. Secara historis, keberadaan pesantren di
tengah masyarakat Nusantara dalam hal pendidikan Indonesia sejak dan sebelum
masa penjajahan kolonial senantiasa memberikan kontribusinya dalam hal
mengatasi persoalan dan tantangan yang dihadapioleh masyarakat. Dan peran
tersebut berlanjut sampai merebut dan mempertahankan kemerdekaan, dan pada
akhirnya sampai sekarang.
Elemen
pembentuk pesantren, yaitu pondok, santri, kiai, masjid, bengkel
kerja,kitab-kitab ilmu klasik, yang merupakan pendukung pesantren berasal
dari potensi yang dikembangkan swadaya dari masyarakat itu sendiri. Secara
historis pesantren ini dikembangkan guna keperluan dakwah dan syiar Islam.
Dengan semakin banyaknya lembaga pendidikan Islam didirikan, agama Islam juga
semakin berkembang sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga pendidikan pesantren
merupakan anak panah penyebaran Islam terutaa di Pulau Jawa.
Sementara
menurut Azyurmadi Azra secara spesifik memberikan klasifikasi fungsi esensidari
pesantren, yaitu :
1.
Transmisi
ilmupengetahuan Islam
2.
Pemeliharaan
tradisi Islam
3.
Pmbinaan
calon-calon ulama
Sebagai
institusi dakwah dalam bentuk pendidikan Islam tradisional, pesantren sudah
sejak lama survive dalam sejarah perkembangan pendidikan Indonesia. Pada masa
penjajahan gerakan dakwah banyak diarahkan ke jihad menentang dan melawan
dominasi penjajah. Kondisi ini mengubah fungsi pesantren yang tadinya sebagai
lembaga pendidikan, berubah menjadi pusat pembangkit anti belanda. Dalam abad
ke 19 saja Belanda sudah menghadapi empat kali perjuangan santri yang amat
besar. Peperangan iniyang kemudian sering dalam sejarah dilukiskan sebagai
perang sabil.
b)
Dakwah dalam Bentuk Organisasi Islam
Bersamaan dengan kebangkitan
beberapa Kerajaan Islam di Nusantara, muncul pula kelompok-kelompok
pedagang-pedagang asing yang memiliki tujuan monopoli perdagangan. Maka sejak
itu terjadi persaingan yang kemudian melahirkan konflik fisik awal pada abad ke
20. Sementara itu perlawanan politik terhadap kekuasaan yang disemangati oleh aspek
keagamaan terus berlangsung.
Pada masa ini sejarahumat Islam
banyak dikonsentrasikan untuk melawan kolonial penjajahan. Fenomena tersebut
telah menjadikan agama dimana agaman atau menurut George Mc Turnan Kahin
disebut sebagai “ senjata ideologis” untuk melakukan perlawanan terhadap kolonial
Belanda. Para ulama mencoba untuk menggerakkan masyarakat dengan melalui
waktu-waktu yang sangat menguntugkan dalam pendidikan. Dicobanya mendidik
masyarakat supaya motivasinya bangkit kembali di bidang pendidikan dan
menggairahkan kembali ekonomi perdagangan. Organisasi pertama yang berbasis
Islam yang terorganisir secara politik adalah SDI (Serikat Dagang Islam) pada
tahun 1905 dan sekaligus merupakan cikal bakal pertumbuhan nasionalis yang
dipelopori kaum pelajar. Dan ini merupakan pola dakwah baru yang berupa
pembentukan organisasi Islam secara modern dalam sejarah bangsa Indonesia dalam
usaha membina persatuan umat.
Dilanjut pada tahun 1912 berdirilah
Organisasi Pendidikan dan Keagamaan yang dinamai Muhammadiyah oleh Haji Ahmad
Dahlan. Organisasi ini dibentuk sebagai bentuk kepedulian terhadap kondisi umat
yang dikonsentrasikan pada perbaikan praktik kehidupan umat dan kesejahteraan
mereka, yang lebih menekankan pada
pentingnya kesalehan hidup yang diapresiasikan dalam aksi sosial atau
tepatnya menyampaikan dakwah Islam secara modern. Sekolah-sekolah Muhammadiyah
memperkenalkan program belajar yang berjenjang, merasionalisasikan
metodepengajaran, dan menekankan pemahaman dan penalaran daripada penghafalan.
Di samping Muhammadiyah organisasi
masyarakat terbesar yang lahir pada masa sesudahnya adalah Nahdlatul Ulama
(kebangkitan Ulama) di Jawa pada tahun 1926. Ia didirikan di seputar jaringan
kerja para tokoh agama yang berpusat pada pesantren di Jombang, Jawa Timur.
Dalam aksinya NU mempertahankan prinsip-prinsip keagamaan tradisional, dan
mengukuhkan syariah, madzhab-madzhab
fiqih, dan praktik sufi yang merupakan intispiritualitas mereka.
Pada masa
kependudukan Jepang, untuk mengisi kekosongan organisasi keagamaan, sebagai
wadah kendaraan politik jepang maka pada tanggal 10 Juli 1942 membentukbadan
yang diberi nama Badan Permusyawaratan Umat Islam, dari wadah inilah lahir dan
berkembang MIAI (Majlis Islam Al Indonesia), yang merupakan organisasi Islam
selama penjajahan Belanda. Dan ternyata
MIAI menjadi bumerang bagi pemerintah Jepang karena ternyata melalui
organisasi inilah kemudian umat Islam pertama kalinya dapat bersatu dalam satu
wadah untuk kepentingan islam serta perjuangan kemerdekaan dan perjuangan
bangsa. Salah satu bentuknya adalah dengan dengan mendirikan baitul al-mal
di seluruh Jawa. Dengan baitul al-mal ini MIAI berkeinginan agarzakat dapat
disalurkan pada suatu badan yang bertanggung jawab, sehingga pemakaian sesuai
dengan hukum dan ajaran Islam. Tetapi sayang organisasi ini tidakberlangsung
lama karena mendapat tantangan dari Jepang.
Namun kemudian
pada tanggal 22 November 1943 lahirlah organisasi Islam besar bercorak politik
yang dapat dikatakan merupakan wadah pemersatu umat Islam, yaitu Masyumi.
Masyumi memberikan kontribusi terhadap perkembangan umat Islam. Organisasi ini
pada awal berdirinya terdiri dari para ulama dan pemimpin organisasi Islam. Dan
sebagai ketuanya adalah KH. Hasyim Asy’ari yang merupakan ‘syaikhul umat
Islam’ di Jawa dan sekaligus pendiri NU. Di Masyumi inilah juga terkumpul
berbagai kalangan ulama dari berbagai elemen
organisasi Islam baik NU, Muhammadiyah yang merupakan organisasi Islam
besar pada saat itu.[4]
BAB III
KESIMPULAN
1.
Sejarah
dakwah dapat yaitu peristiwa masalampau yang benar-benar dialami oleh umat
manusia pada zaman dahulu mengenai imbauan, seruan, dan ajakan kepada Islam
danhasil tentang proses penyeruan tersebut.
2.
Dalam
berdakwahpun juga dapat bersikap negatif dan positif. Dakwah bisa bersikap
positif, negati, atauanti-historis. Maksud bersikap positif, bahwa proses
dakwah berfungsi menguatkan kecenderungan sejarah yang ada. Bersikap negatif
dalam arti dakwah menolaknya dan bersikap a-historis, yaitu dakwah
berada diatas kejadian-kejadian sejarah.
3.
Dan pada
masa wali ke wali terdapat cara mereka tersendiri untuk berdakwah. Dan cara
untuk menanganipermasalahan pada masa saat itu.
4.
Pada
masa penjajahan, pesantren dan organisasi adalah alat yang di gunakan orang
indonesia terutama orang Islam sebagai boomerang untuk melawan penjajahan
DAFTAR PUSTAKA
Ilahi
Wahyu, S.Ag., MA. , Hefni Harjani, Lc., MA. Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta:
Kencana, 2007)
Sulthon
Muhammad, Desain Ilmu Dakwah (cetakan I, Mei 2003).,
[1] Wahyu
Ilahi, S.Ag., MA. , Harjani Hefni, Lc., MA. Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta:
Kencana, 2007)., H 1
[2] Muhammad
Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (cetakan I, Mei 2003)., H 37
[3] Wahyu
Ilahi, S.Ag., MA. , Harjani Hefni, Lc., MA. Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta:
Kencana, 2007)., H 171
[4]Wahyu
Ilahi, S.Ag., MA. , Harjani Hefni, Lc., MA. Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta:
Kencana, 2007)., H, 187