POKOK – POKOK AJARAN ISLAM
Makalah
Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu:
M. Arif Khoiruddin,
M.Pd.I
Oleh:
Ardianto (NPM.
160300)
Azizah Choiriyah
(NPM.160300647)
INSTITUT AGAMA
ISLAM TRIBAKTI (IAIT) KEDIRI
FAKULTAS DAKWAH
PROGRAM STUDI
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, karena berkat limpahan rahmat, taufiq,
serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan tema “POKOK-POKOK AJARAN
ISLAM”.Maksud dan tujuan kami dari penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam.
Pada
kesempatan ini,
kami juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada M. Arif Khoiruddin, M.Pd.I selaku dosen mata
kuliah Pengantar Studi Islam serta semua pihak yang telah membantu kami untuk
menyelesaikan makalah ini.
Demikianlah
yang hanya dapat kami sampaikan mohon maaf bila ada kesalahan dan kekurangan
dalam penulisan dan penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan sangat kami harapkan dalam upaya evaluasi diri.
Akhirnya
kami hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidak sempurnaan penulisan dan
penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat
atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, dan bagi seluruh mahasiswa-mahasiswi
IAIT Fakultas Dakwah. Amin ya Rabbal ‘alamin.
kediri, 25 january 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Jaman
seperti sekarang ini, banyak sekali permasalahan-permasalahan yang terjadi
dalam praktek ibadah seorang muslim. Salah satu permasalahan yang kian menjamur
adalah menyangkut praktek dasar ajaran Islam. Dasar ajaran Islam yang terdiri
dari akidah, syariah, dan akhlak sering sekali dilupakan keterkaitannya. Sudah
banyak orang yang melakukan ibadah namun hanya untuk di pamerkan kepada orang
lain, padahal itu sangat bertentangan dengan ajaran islam yang dimana apabila
seseorang ingin beribadah, maka niatkan ibadah itu untuk mendapatkan ridha dari
Allah SWT. Itulah yang menjadikan suatu
perbuatan yang seharusnya mendapat ganjaran pahala, tapi malah menjadi suatu
kesia-siaan karena tidak dilakukan semata-mata karena Allah. Melihat hal tersebut,
kami bermaksud untuk mengingatkan dan menegaskan kembali komposisi dasar dari
ajaran agama Islam, yaitu Akidah, Akhlak dan Syariah.
Tidak hanya
membahas komposisi dasar ajaran agama Islam, disini kami juga membahas
perbedaan paham yang terjadi dikalangan umat muslim, dimana dengan perbedaaan
tersebut sering terjadi permusuhan. Jadi kami, ingin meluruskan cara menghadapi
perbedaan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Akidah
A. Pengertian Akidah
Akidah adalah keyakinan
atau keimanan yang mengikat hati seseorang terhadap sesuatu yang diyakini dan
diimani selama hidupnya. Dalam
berakidah tidak boleh setengah hati tetapi harus meyakini dengan sepenuh hati
tanpa ada keraguan sedikitpun didalam hatinya.
B. Ruang Lingkup Akidah
Menurut sistematika Hasan Al-Banna ruang lingkup akidah islam
meliputi :
1) Ilahiyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan tuhan (Allah), sepertisifat Allah, wujud Allah, dll.
2) Nubuwwat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah.
3) Ruhaniyat, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan alam metafisik, seperti jin, iblis, setan, roh, dll.
4) Sam’iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
hanya bisa diketahui lewat sam’i, yakni dalil naqli berupa Al-Qur’an dan
As-Sunnah seperti alam barzah, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat,
surga-neraka.
Tidak hanya diatas namun pembahasan akidah juga dapat
mengikuti Arkanul Iman. Adapun penjelasan ruang lingkup pembahasan akidah yang
termasuk Rukun
Iman yaitu :
1) Iman
Kepada Allah
Iman kepada Allah yaitu
percaya dengan sepenuh hati akan kebesaran yang dimiliki Allah, mengikuti petunjuk
Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an, mengerjakan apa yang telah diperintahkan
sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadits. Dampak positif sekalipun manfaat iman kepada
Allah yaitu mendorong seseorang untuk bertakwa kepada Allah dengan menyadari
adanya Allah bawasannya Allah selalu mengawasi segala perbuatan kita,
menimbulkan kekuatan batin, ketabahan, keberanian, serta saling menghargai sesama manusia, mendatangkan rasa tentram, aman, dan
damai.
2) Iman
Kepada Malaikat
Malaikat
mempunyai kekuatan yang luar biasa dengan ijin Allah, malaikat senantiasa
bertasbih, bertunduk, serta patuh terhadap Allah. Tugas-tugas malaikat yaitu: Malaikat
Jibril bertugas
menyampaikan wahyu, Malaikat Mikail bertugas memberi rejeki kepada makhluk
Allah, Malaikat Israfil bertugas meniup sangkakala, Malaikat Izra’il bertugas
mencabut nyawa, Malaikat Ridlwan bertugas menjaga surga, Malaikat Malik bertugas menjaga neraka,
Malaikat Raqib dan Atid bertugas mencatat amal perbuatan manusia, Malaikat
Munkar dan Nakir bertugas menanyai manusia didalam alam kubur. Manfaat iman kepada malaikat yaitu dapat
mendorong seseorang untuk selalu bersikap baik, berhati-hati dalam berperilaku,
menjadi seseorang merasa nyaman dan tentram dalam menjalankan hidupnya.
3) Iman
Kepada Kitab-kitab Allah
Beriman
kepada kitab-kitab Allah berarti meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah telah
menurunkan beberapa kitabnya kepada rasulnya yang berisi tentang aturan-aturan
Allah. Manfaat beriman kepada kitab-kitab Allah yaitu mendidik
umat islam untuk bersikap toleran terhadap pemeluk agama lain, memberikan keyakinan
kepada umat islam bahwa Al-Qur’an merupakan kitab penerus dan pelengkap
terhadap semua kitab sebelumnya.
4) Iman
Kepada Para Nabi dan Rasul
Iman
kepada para Nabi dan Rasul berarti percaya bahwa Allah telah memilih untuk bertugas menyampaikan segala wahyu yang
diterima dari Allah kepada umat manusia. Sifat-sifat para Nabi yaitu Shiddiq artinya benar dan jujur dalam berkata, Amanah
artinya terpercaya , Tabligh artinya menyampaikan segala wahyu/amanat Allah,
Fathanah artinya cerdas , pandai, dan bijaksana. Manfaat iman kepada para Nabi
dan para Rasul yaitu menjadikan seseorang muslim untuk bersikap toleran
terhadap pemeluk agama lain, memberi keyakinan kepada orang muslim bahwa semua
Nabi dan Rasul mempunyai misi suci yang sama.
5) Iman
Kepada Hari Kiamat
Iman
kepada hari kiamat atau hari akhir berarti percaya semua akan mati yang
kemudian akan dibangkitkan kembali. Kiamat dibagi menjadi dua yaitu kiamat
sugra yang artinya kiamat kecil seperti bencana, dan kiamat kubra artinya
kiamat besar yaitu lenyapnya seluruh alam
semesta. Tanda-tanda kecil hari kiamat yaitu banyaknya jumlah wanita dibanding
laki-laki, penghianatan dianggap berjasa atau pahlawan, manusia berlomba
membangun gedung-gedung tinggi dengan maksud riya’, perhiasan masjid
berlebihan, penyalah gunaan jabatan , perzinaan dan minuman keras merajalela.
Tanda-tanda besar hari kiamat diantaranya yaitu keluarnya dajjal, nabi Isa turun ke bumi untuk mengoreksi kesalahan
doktrin agama Kristen, binatang
yang misterius sekali keluar dari bumi, matahari terbit dari arah barat, kitab suci Al-Qur’an lenyap dari muka bumi. Hikmah iman pada hari akhir yaitu berperilaku
baik,menjaga diri dan senantiasa taat kepada Allah.
6) Iman
Kepada Qadar atau Takdir
Beriman pada qadar atau
takdir berarti percaya bahwa Allah itulah yang menjadikan makhluknya dengan
kodrat (kekuasaan), iradat (kehendak), dan hikmahnya (kebijaksanaan), dan juga
percaya bahwa Allah mempunyai beberapa sunnah/hukum dalam menciptakan
makhluknya. Iman kepada qadla’ dan qadar tidak berarti membuat manusia untuk
pasif atau menyerah terhadap keadaan yang dihadapinya tanpa adanya usaha ,tanpa
adanya untuk mengubah nasibnya menjadi yang lebih baik lagi sesuai dengan apa
yang kita inginkan. Karena
dalam salah satu firman Allah telah ditegaskan bahwa Allah tidak akan merubah
nasib suatu bangsa hingga bangsa itu sendiri mau mengubah nasibnya. Manfaat
iman kepada qadla’ dan qadar yaitu dapat mendorong seseorang untuk bersikap
berani dalam menegakkan keadilan dan kebenaran, dan dapat menimbulkan
ketenangan jiwa dan pikiran pada diri seseorang.
2. Syariah
a.
Pengertian Syariah
Istilah
syariah dalam konteks kajian hukum islam lebih menggambarkan kumpulan
norma-norma hukum yang merupakan hasil dari proses tasyri’. Maka dari itu ada
baiknya jika sebelum kita memaparkan tentang syariah terlebih dahulu memaparkan
apa itu tasyri’.
Kata tasyri’ adalah bentuk mashdar dari syarra’a,
yang berarti menciptakan dan menetapkan syariah[1].
Sedangkan istilah ulama fiqih bermakna “menetapkan norma-norma hukum untuk
menata kehidupan manusia baik dalam hubungannya dengan Allah SWT, maupun dengan
manusia lainnya”.[2]
Pada dasarnya
Allah SWT-lah yang memiliki wewenang untuk menetapkan hukum tersebut, karena
Dia adalah pencipta umat manusia dan segenap Makhluk-Nya yang lain, sementara
norma-norma hukum tersebut merupakan ketentuan yang mengatur kehidupan mereka.
Dan para Rasul-lah yang diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan dan
menerangkan norma-norma hukum tersebut kepada manusia. Akan tetapi, karena
pernyataan-pernyataan eksplisit Al-Quran itu banyak yang mujmal, umum dan
merupakan respon yuridis terhadap produk-produk kultur manusia, sementara
penjelasan-penjelasan As-Sunnah juga terkait dengan zaman dan lingkungan
tertentu, maka untuk beberapa hal perlu kajian-kajian ijtihadi sebagai
penjelasan lebih lanjut terhadap tuntutan nash, serta jawaban terhadap berbagai
persoalan yang belum tersentuh oleh kedua sumber hukum tersebut.
Oleh karena
itu, para ulama membagi tasyri’ menjadi dua, yaitu tasyri’ samawi (ilahy) dan
tasyri’ wadh’i. Yang di maksud dengan tasyri’ samawi (ilahy) adalah penetapan
hukum yang dilakukan langsung oleh Allah dan Rasul-Nya dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Ketentuan-ketentuan
tersebut bersifat abadi dan tidak bisa berubah, karena hanya Allah SWT-lah yang
bisa mengubah semua ketentuan-ketentuan tersebut, manusia hanya bisa
mengamalkan dari ketentuan-ketentuan Allah tersebut. Sedangkan maksud dari
tasyri’ wadh’i adalah penentuan hukum yang dilakukan oleh para mujtahid, baik
mujtahid mustambith maupun muthabiq. Ketentuan-ketentuan dari kajian mereka itu
tidak abadi dan dapat berubah, karena merupakan hasil manusia biasa yang jauh
dari kata sempurna dalam melakukan sesuatu termasuk dalam mengkaji
ketentuan-ketentuan tersebut. Kajian ketentuan-ketentuan hukum jenis kedua ini, meskipun kajian manusia dapat
tetap dikatakan syariah apabila kiblat dari kajian tersebut adalah Al-Quran dan
As-Sunnah.
Berpindah ke syariah. Kata syariah menurut bahasa
adalah jalan tempat keluarnya air untuk diminum”. Lalu bangsa Arab mengartikan
kalimat tersebut untuk konotasi jalan yang lurus. Dan pada saat itu dipakai
dalam pembahasan hukum jadi bermakna “segala sesuatu yang disyariatkan Allah
kepada hamba-hamba-Nya,[3]
sebagai jalan lurus untuk memperoleh kebahagian dunia dan akhirat.
Menurut Manna’ Al-Qathan istilah syariah itu
mencakup aspek akidah dan akhlak selain aspek hukum. Sebagaimana yang telah
dikatakan “segala ketentuan Allah yang disyariatkan bagi hamba-hamba-Nya”.
Dengan pengertian ini, Manna’ al-Qhatan ingin membedakan antara syariah sebagai
ajaran yang langsung dari Allah SWT dengan perundang-undangan hasil pemikiran
manusia. Namun dia mengidentikkan syariah dengan agama.
Sejalan
dengan ini, Faruq Nabhan juga berpendapat bahwa syariah itu mencakup aspek akidah,
akhlak, dan amaliah. Namun menurutnya, istilah syariah itu terkadang
terkonotasi fiqh, yaitu pada norma-norma amaliah beserta implikasi kajiannya.
Muhammad Shalout
memberikan pengertian tentang syariah juga, yang mana menurut Mahmud Shaout
syariah itu adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah SWT atau hasil
pemahaman atas dasar ketentuan tersebut, untuk dijadikan pegangan oleh umat
manusia baik dalam hubungannya dengan Allah SWT, dengan umat manusia lainnya,
orang islam dengan non-muslim, dengan alam maupun dalam menata kehidupan ini.[4]
Mahmud Shalout
berpendapat lebih jauh bahwa aspek akidah tidak termasuk pada pembahasan dan
kajian syariah karena akidah menurutnya merupakan landasan bagi tumbuh di
berkembangnya syariah, sedangkan syariah adalah sesuatu yang harus tumbuh di
atas aqidah tersebut.
Pengertian yang dikemukakan Shalout ini dapat
mewakili dua jenis syariah, yaitu ketentuan-ketentuan yang diturunkan serta
dikeluarkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, serta norma-norma hukum hasil kajian
para ulama mujtahid, baik melalui qiyas maupun maslahah. Dan pengertian itu
juga membatasi syariah pada aspek hukum yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah SWT, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam/lingkungan
sosialnya.
Aspek
hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT disebut ibadah, sementara
aspek hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain, alam dan
lingkungannya disebut muamalah.
b. Ruang
Lingkup Syariah
Pada garis besarnya ruang Syari’ah lingkup
terbagi dua bagian besar:
1) Realisasi
dari pada keyakinan akan kebenaran ajaran agama islam kedalam kehidupan di
dunia ini disebut ibadah. Ibadah dalam arti khas (Qa’idah ‘Ubudiyah), yaitu
tata aturan Ilahi yang mengatur hubungan ritual langsung antara hamba dengan
Tuhannya, yang cara , acara, tata-cara dan upacaranya telah ditentukan secara
terperinci dalam al-Quran dan sunnah rasul. Pembahasan mengenai ‘Ibadah dalam
arti khusus ini biasanya berkisar sekitar: thaharah, shalat, zakat, shaum,
haji.
2) Mu’amalah
dalam arti luas, tata aturan Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan sesama
manusia dan hubungan manusia dengan benda. Mu’amalah dalam arti luas ini pada
garis besarnya terdiri atas dua bagian besar: Al-Qanunu ‘l-Khas(khusus) hukum
perdata (Mu’amalah dalam arti agak luas), yang meliputi: Mu’amalah dalam arti
sempit yaitu hukum
niaga: Munakahah ( hukum nikah ) waratsah
( hukum waris) dsb. Al-Qanunu ‘l-‘Am (umum) hukum publik yang meliputi: Jinayah
(hukum pidana) Khilafah, yaitu hukum kenegaraan; Jihad, yaitu hukum perang dan damai. Dengan
demikian Syari’ah memberikan kaidah kaidah umum (universal) dan kaedah-kaedah terperinci dan sangat pokok (fundamental).
3. Akhlaq
a. Pengertin Akhlak
1) Secara etimologi kata akhlak berasal dari bahasa arab
akhlaq, yang merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, yang artinya budi
pekerti, peringai, tingkah laku atau tabiat. Kesamaan akar kata seperti ini
mengisyaratkan bahwa salam akhlak tercakup pengerian terciptanya keterpaduan
antara kehendak khaliq
(tuhan) dengan perilaku makhluk (manusia).
2) Secara terminologis,
ada beberapa definisi tentang akhlak, antara lain:
a) Menurut Al Ghazali:
Akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan
dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
b) Menurut
Ibrahim Anis:
Akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang buruk dengannya lahirlah
perbuatan-perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan
c) Menurut Abd Al-Kharim Zaidan
Akhlak adalah kumpulan nilai-nilai dan
sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa,
yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik
atau buruk .[5]
Ketiga definisi tersebut sepakat
menyatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga ia akan muncul secara spontan bilamana
diperlukan tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu.
Disamping
istilah akhlak, juga dikenal istilah etika dan moral. Akhlak standartnya adalah
Al-Quran dan
hadist nabi, etika standartnya pertimbangan akal pikiran, dan moral standartnya
adat kebiasaan yang umum berlaku dimasyarakat.
b. Ruang Lingkup Akhlak
1) Akhlak pribadi
Yang paling dekat dengan
seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka hendaknya seseorang itu menginsyafi
dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya dengan insyaf dan sadar
kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak yang utama, budi yang
tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, disamping itu manusia telah
mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai kelebihan dan
dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.
2) Akhlak berkeluarga
Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib
kerabat. Kewajiban orang tua terhadap anak, dalam islam
mengarahkan para orang
tua dan pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara
sempurna, dengan ajaran-ajaran yang bijak, setiap agama telah memerintahkan kepada
setiap orang yang mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik,
terutama bapak-bapak dan ibu-ibu untuk memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah
lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara sabar, terdidik untuk berani berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa
mereka mempunyai harga
diri, kehormatan dan kemuliaan.
Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka
lebih berhak dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan
hormati. Karena keduanya memelihara, mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan engkau, mencintai dengan ikhlas agar
engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam masyarakat, berbahagia dunia
dan akhirat. Dan coba ketahuilah bahwa saudaramu laki-laki dan permpuan adalah
putera ayah dan ibumu yang juga cinta kepada engkau, menolong bapak dan mamakmu
dalam mendidikmu, mereka gembira bilamana engkau gembira dan membelamu bilamana
perlu. Pamanmu, bibimu dan anak-anaknya mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau
selamat dan berbahagia, karena mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong
keduanya disetiap keperluan.
3) Akhlak bermasyarakat
Tetanggamu ikut bersyukur jika
orang tuamu bergembira dan ikut susah jika orang tuamu susah, mereka menolong,
dan bersama-sama mencari kemanfaatan dan menolak kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat
pada mereka maka wajib atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat
pada tetangga.
Pendidikan kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan social kemasyarakatan,
kesusilaan/moral timbul di dalam masyarakat. Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat. Sejak dahulu
manusia tidak dapat hidup sendiri–sendiri dan terpisah satu sama lain, tetapi
berkelompok-kelompok, bantu-membantu, saling membutuhkan dan saling
mepengaruhi, ini merupakan apa yang disebut masyarakat.
Kehidupan dan perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika
tiap-tiap individu sebagai anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang
sesuai dengan norma- norma kesusilaan yang berlaku.
4) Akhlak bernegara
Mereka yang sebangsa denganmu adalah warga masyarakat yang berbahasa
yang sama denganmu, tidak segan berkorban untuk kemuliaan tanah airmu, engkau
hidup bersama mereka dengan nasib dan penanggungan yang sama. Dan ketahuilah bahwa engkau adalah salah seorang dari mereka dan
engkau timbul tenggelam bersama mereka.
5) Akhlak beragama
Akhlak ini merupakan
akhlak atau kewajiban manusia terhadap tuhannya, karena itulah ruang lingkup
akhlak sangat luas mencakup seluruh aspek kehidupan, baik secara vertikal
dengan Tuhan, maupun secara horizontal
dengan sesama makhluk Tuhan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. keimanan yang mengikat hati seseorang terhadap sesuatu
yang diyakini dan di imani selama hidupnya. Rukun iman juga berkaitan dengan akidah.
Karena tentang keimanannya terhadap rukun-rukun iman dan peranannya dalam
kehidupan beragama. Rukun iman yang berupa keimanan kepada Allah dan para
rasul, para malaikat, kitab-kitab yang diturunkan pada rasul-rasul, hari
akhir, dan qadha’ dan qodar.
2. Syariah yaitu segala sesuatu yang disyariatkan
Allah kepada hamba-hamba-Nya, sebagai jalan lurus untuk memperoleh kebahagian
dunia dan akhirat. Dan syariah itu mencakup aspek akidah dan akhlak selain
aspek hukum. Syariah Islam memberikan tuntunan hidup khususnya pada umat Islam dan
umumnya pada seluruh umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Muamalah dalam syariah Islam bersifat fleksibel tidak kaku. Dengan demikian
Syariah Islam dapat terus menerus memberikan dasar spiritual bagi umat Islam
dalam menyongsong setiap perubahan yang terjadi di masyarakat dalam semua aspek
kehidupan.
Syariah Islam dalam muamalah senantiasa mendorong
penyebaran manfaat bagi semua pihak, menghindari saling merugikan, mencegah
perselisihan dan kesewenangan dari pihak yang kuat atas pihak-pihak yang lemah.
Dengan dikembangkannya muamalah berdasarkan syariah Islam akan lahir masyarakat
marhamah, yaitu masyarakat yang penuh rahmat.
3. kumpulan
nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa,
yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik
atau buruk. Akhlak juga dikenal dengan etika dan moral. Akhlaklah
yang menentukan nilai untuk diri kita sendiri. Maksutnya yaitu ketika akhlak
kita baik maka penilaian orang terhadap kita juga baik dan begitupun
sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya’ Ulum al-Din
(Beirut: Dar al-Fikr. 1989) Jld. 3
Al-Afriqi, Jamaluddin bin Muhammad. Lisan
al-arab (Beirut: Dar al-Shhadir. 2001) Jld. VII
Nabhan, Muhammad Faruq. al-Madkhal li-Tassyri’
al-Islami (Beirut : Dar al-Qalam.1981)
Shalout, Muhammad. al-islam aqidah wa
al-Syariah (Beirut: Dar al-Qalam. 1996). Cet.3
Syaltut, Mahmud. Al-Islam ‘Aqidah wa Syariah
(Beirut: Dar al-Syuruq. 1972). Cet. Ke 6
[1] Jamaluddin bin Muhammad
al-Afriqi, Lisan al-arab, (Beirut: Dar al-Shhadir, t.th), Jld. VII, hal. 157.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar