Cari Blog Ini

Kamis, 02 Februari 2017

POKOK – POKOK AJARAN ISLAM



POKOK – POKOK AJARAN ISLAM


Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pengantar Studi Islam


Dosen Pengampu:
M. Arif Khoiruddin, M.Pd.I 

Logo IAIT


Oleh:
Ardianto (NPM. 160300)
Azizah Choiriyah (NPM.160300647)




INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) KEDIRI
FAKULTAS DAKWAH
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
2017/2018



KATA PENGANTAR
 


Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, karena berkat limpahan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan tema POKOK-POKOK AJARAN ISLAM.Maksud dan tujuan kami dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam.
Pada kesempatan ini,
kami juga ingin mengucapkan  banyak terima kasih kepada M. Arif Khoiruddin, M.Pd.I selaku dosen mata kuliah Pengantar Studi Islam serta semua pihak yang telah membantu kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Demikianlah yang hanya dapat kami sampaikan mohon maaf bila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan dan penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat kami harapkan dalam upaya evaluasi diri.
Akhirnya kami hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidak sempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, dan bagi seluruh mahasiswa-mahasiswi  IAIT  Fakultas Dakwah. Amin ya Rabbal ‘alamin.


kediri, 25 january 2017


Penulis




BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Di Jaman seperti sekarang ini, banyak sekali permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam praktek ibadah seorang muslim. Salah satu permasalahan yang kian menjamur adalah menyangkut praktek dasar ajaran Islam. Dasar ajaran Islam yang terdiri dari akidah, syariah, dan akhlak sering sekali dilupakan keterkaitannya. Sudah banyak orang yang melakukan ibadah namun hanya untuk di pamerkan kepada orang lain, padahal itu sangat bertentangan dengan ajaran islam yang dimana apabila seseorang ingin beribadah, maka niatkan ibadah itu untuk mendapatkan ridha dari Allah SWT.  Itulah yang menjadikan suatu perbuatan yang seharusnya mendapat ganjaran pahala, tapi malah menjadi suatu kesia-siaan karena tidak dilakukan semata-mata karena Allah. Melihat hal tersebut, kami bermaksud untuk mengingatkan dan menegaskan kembali komposisi dasar dari ajaran agama Islam, yaitu Akidah, Akhlak dan Syariah.
Tidak hanya membahas komposisi dasar ajaran agama Islam, disini kami juga membahas perbedaan paham yang terjadi dikalangan umat muslim, dimana dengan perbedaaan tersebut sering terjadi permusuhan. Jadi kami, ingin meluruskan cara menghadapi perbedaan tersebut.











BAB II
PEMBAHASAN
1.    Akidah
A.  Pengertian Akidah
Akidah adalah keyakinan atau keimanan yang mengikat hati seseorang terhadap sesuatu yang diyakini dan diimani selama hidupnya. Dalam berakidah tidak boleh setengah hati tetapi harus meyakini dengan sepenuh hati tanpa ada keraguan sedikitpun didalam hatinya.
B.   Ruang Lingkup Akidah
Menurut sistematika Hasan Al-Banna ruang lingkup akidah islam meliputi :
1)   Ilahiyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan tuhan (Allah), sepertisifat Allah, wujud Allah, dll.
2)   Nubuwwat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah.
3)   Ruhaniyat, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik, seperti jin, iblis, setan, roh, dll.
4)   Sam’iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam’i, yakni dalil naqli berupa Al-Qur’an dan As-Sunnah seperti alam barzah, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga-neraka.
Tidak hanya diatas namun pembahasan akidah juga dapat mengikuti Arkanul Iman. Adapun penjelasan ruang lingkup pembahasan akidah yang termasuk Rukun Iman yaitu :
1)    Iman Kepada Allah
Iman kepada Allah yaitu percaya dengan sepenuh hati akan kebesaran yang dimiliki Allah, mengikuti petunjuk Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an, mengerjakan apa yang telah diperintahkan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadits. Dampak positif sekalipun manfaat iman kepada Allah yaitu mendorong seseorang untuk bertakwa kepada Allah dengan menyadari adanya Allah bawasannya Allah selalu mengawasi segala perbuatan kita, menimbulkan kekuatan batin, ketabahan, keberanian, serta saling menghargai sesama manusia, mendatangkan rasa tentram, aman, dan damai.
2)    Iman Kepada Malaikat
Malaikat mempunyai kekuatan yang luar biasa dengan ijin Allah, malaikat senantiasa bertasbih, bertunduk, serta patuh terhadap Allah. Tugas-tugas malaikat yaitu: Malaikat Jibril bertugas menyampaikan wahyu, Malaikat Mikail bertugas memberi rejeki kepada makhluk Allah, Malaikat Israfil bertugas meniup sangkakala, Malaikat Izra’il bertugas mencabut nyawa, Malaikat Ridlwan bertugas menjaga surga, Malaikat Malik bertugas menjaga neraka, Malaikat Raqib dan Atid bertugas mencatat amal perbuatan manusia, Malaikat Munkar dan Nakir bertugas menanyai manusia didalam alam kubur. Manfaat iman kepada malaikat yaitu dapat mendorong seseorang untuk selalu bersikap baik, berhati-hati dalam berperilaku, menjadi seseorang merasa nyaman dan tentram dalam menjalankan hidupnya.
3)    Iman Kepada Kitab-kitab Allah
Beriman kepada kitab-kitab Allah berarti meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitabnya kepada rasulnya yang berisi tentang aturan-aturan Allah. Manfaat beriman kepada kitab-kitab Allah yaitu mendidik umat islam untuk bersikap toleran terhadap pemeluk agama lain, memberikan keyakinan kepada umat islam bahwa Al-Qur’an merupakan kitab penerus dan pelengkap terhadap semua kitab sebelumnya.
4)    Iman Kepada Para Nabi dan Rasul
Iman kepada para Nabi dan Rasul berarti percaya bahwa Allah telah memilih untuk bertugas menyampaikan segala wahyu yang diterima dari Allah kepada umat manusia. Sifat-sifat para Nabi yaitu Shiddiq artinya benar dan jujur dalam berkata, Amanah artinya terpercaya , Tabligh artinya menyampaikan segala wahyu/amanat Allah, Fathanah artinya cerdas , pandai, dan bijaksana. Manfaat iman kepada para Nabi dan para Rasul yaitu menjadikan seseorang muslim untuk bersikap toleran terhadap pemeluk agama lain, memberi keyakinan kepada orang muslim bahwa semua Nabi dan Rasul mempunyai misi suci yang sama.
5)    Iman Kepada Hari Kiamat
Iman kepada hari kiamat atau hari akhir berarti percaya semua akan mati yang kemudian akan dibangkitkan kembali. Kiamat dibagi menjadi dua yaitu kiamat sugra yang artinya kiamat kecil seperti bencana, dan kiamat kubra artinya kiamat besar yaitu lenyapnya seluruh alam semesta. Tanda-tanda kecil hari kiamat yaitu banyaknya jumlah wanita dibanding laki-laki, penghianatan dianggap berjasa atau pahlawan, manusia berlomba membangun gedung-gedung tinggi dengan maksud riya’, perhiasan masjid berlebihan, penyalah gunaan jabatan , perzinaan dan minuman keras merajalela. Tanda-tanda besar hari kiamat diantaranya yaitu keluarnya dajjal, nabi Isa turun ke bumi untuk mengoreksi kesalahan doktrin agama Kristen, binatang yang misterius sekali keluar dari bumi, matahari terbit dari arah barat, kitab suci Al-Qur’an lenyap dari muka bumi. Hikmah iman pada hari akhir yaitu berperilaku baik,menjaga diri dan senantiasa taat kepada Allah.
6)    Iman Kepada Qadar atau Takdir
Beriman pada qadar atau takdir berarti percaya bahwa Allah itulah yang menjadikan makhluknya dengan kodrat (kekuasaan), iradat (kehendak), dan hikmahnya (kebijaksanaan), dan juga percaya bahwa Allah mempunyai beberapa sunnah/hukum dalam menciptakan makhluknya. Iman kepada qadla’ dan qadar tidak berarti membuat manusia untuk pasif atau menyerah terhadap keadaan yang dihadapinya tanpa adanya usaha ,tanpa adanya untuk mengubah nasibnya menjadi yang lebih baik lagi sesuai dengan apa yang kita inginkan. Karena dalam salah satu firman Allah telah ditegaskan bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu bangsa hingga bangsa itu sendiri mau mengubah nasibnya. Manfaat iman kepada qadla’ dan qadar yaitu dapat mendorong seseorang untuk bersikap berani dalam menegakkan keadilan dan kebenaran, dan dapat menimbulkan ketenangan jiwa dan pikiran pada diri seseorang.
2.    Syariah
a.     Pengertian Syariah
Istilah syariah dalam konteks kajian hukum islam lebih menggambarkan kumpulan norma-norma hukum yang merupakan hasil dari proses tasyri’. Maka dari itu ada baiknya jika sebelum kita memaparkan tentang syariah terlebih dahulu memaparkan apa itu tasyri’.
Kata tasyri’ adalah bentuk mashdar dari syarra’a, yang berarti menciptakan dan menetapkan syariah[1]. Sedangkan istilah ulama fiqih bermakna “menetapkan norma-norma hukum untuk menata kehidupan manusia baik dalam hubungannya dengan Allah SWT, maupun dengan manusia lainnya”.[2]
Pada dasarnya Allah SWT-lah yang memiliki wewenang untuk menetapkan hukum tersebut, karena Dia adalah pencipta umat manusia dan segenap Makhluk-Nya yang lain, sementara norma-norma hukum tersebut merupakan ketentuan yang mengatur kehidupan mereka. Dan para Rasul-lah yang diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan dan menerangkan norma-norma hukum tersebut kepada manusia. Akan tetapi, karena pernyataan-pernyataan eksplisit Al-Quran itu banyak yang mujmal, umum dan merupakan respon yuridis terhadap produk-produk kultur manusia, sementara penjelasan-penjelasan As-Sunnah juga terkait dengan zaman dan lingkungan tertentu, maka untuk beberapa hal perlu kajian-kajian ijtihadi sebagai penjelasan lebih lanjut terhadap tuntutan nash, serta jawaban terhadap berbagai persoalan yang belum tersentuh oleh kedua sumber hukum tersebut.
Oleh karena itu, para ulama membagi tasyri’ menjadi dua, yaitu tasyri’ samawi (ilahy) dan tasyri’ wadh’i. Yang di maksud dengan tasyri’ samawi (ilahy) adalah penetapan hukum yang dilakukan langsung oleh Allah dan Rasul-Nya dalam  Al-Quran dan As-Sunnah. Ketentuan-ketentuan tersebut bersifat abadi dan tidak bisa berubah, karena hanya Allah SWT-lah yang bisa mengubah semua ketentuan-ketentuan tersebut, manusia hanya bisa mengamalkan dari ketentuan-ketentuan Allah tersebut. Sedangkan maksud dari tasyri’ wadh’i adalah penentuan hukum yang dilakukan oleh para mujtahid, baik mujtahid mustambith maupun muthabiq. Ketentuan-ketentuan dari kajian mereka itu tidak abadi dan dapat berubah, karena merupakan hasil manusia biasa yang jauh dari kata sempurna dalam melakukan sesuatu termasuk dalam mengkaji ketentuan-ketentuan tersebut. Kajian ketentuan-ketentuan hukum  jenis kedua ini, meskipun kajian manusia dapat tetap dikatakan syariah apabila kiblat dari kajian tersebut adalah Al-Quran dan As-Sunnah.
Berpindah ke syariah. Kata syariah menurut bahasa adalah jalan tempat keluarnya air untuk diminum”. Lalu bangsa Arab mengartikan kalimat tersebut untuk konotasi jalan yang lurus. Dan pada saat itu dipakai dalam pembahasan hukum jadi bermakna “segala sesuatu yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya,[3] sebagai jalan lurus untuk memperoleh kebahagian dunia dan akhirat.
Menurut Manna’ Al-Qathan istilah syariah itu mencakup aspek akidah dan akhlak selain aspek hukum. Sebagaimana yang telah dikatakan “segala ketentuan Allah yang disyariatkan bagi hamba-hamba-Nya”. Dengan pengertian ini, Manna’ al-Qhatan ingin membedakan antara syariah sebagai ajaran yang langsung dari Allah SWT dengan perundang-undangan hasil pemikiran manusia. Namun dia mengidentikkan syariah dengan agama.
Sejalan dengan ini, Faruq Nabhan juga berpendapat bahwa syariah itu mencakup aspek akidah, akhlak, dan amaliah. Namun menurutnya, istilah syariah itu terkadang terkonotasi fiqh, yaitu pada norma-norma amaliah beserta implikasi kajiannya.
Muhammad Shalout memberikan pengertian tentang syariah juga, yang mana menurut Mahmud Shaout syariah itu adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah SWT atau hasil pemahaman atas dasar ketentuan tersebut, untuk dijadikan pegangan oleh umat manusia baik dalam hubungannya dengan Allah SWT, dengan umat manusia lainnya, orang islam dengan non-muslim, dengan alam maupun dalam menata kehidupan ini.[4]
Mahmud Shalout berpendapat lebih jauh bahwa aspek akidah tidak termasuk pada pembahasan dan kajian syariah karena akidah menurutnya merupakan landasan bagi tumbuh di berkembangnya syariah, sedangkan syariah adalah sesuatu yang harus tumbuh di atas aqidah tersebut.
Pengertian yang dikemukakan Shalout ini dapat mewakili dua jenis syariah, yaitu ketentuan-ketentuan yang diturunkan serta dikeluarkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, serta norma-norma hukum hasil kajian para ulama mujtahid, baik melalui qiyas maupun maslahah. Dan pengertian itu juga membatasi syariah pada aspek hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam/lingkungan sosialnya.
            Aspek hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT disebut ibadah, sementara aspek hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain, alam dan lingkungannya disebut muamalah.
b.    Ruang Lingkup Syariah
Pada garis besarnya ruang Syari’ah lingkup  terbagi  dua bagian besar:
1)    Realisasi dari pada keyakinan akan kebenaran ajaran agama islam kedalam kehidupan di dunia ini disebut ibadah. Ibadah dalam arti khas (Qa’idah ‘Ubudiyah), yaitu tata aturan Ilahi yang mengatur hubungan ritual langsung antara hamba dengan Tuhannya, yang cara , acara, tata-cara dan upacaranya telah ditentukan secara terperinci dalam al-Quran dan sunnah rasul. Pembahasan mengenai ‘Ibadah dalam arti khusus ini biasanya berkisar sekitar: thaharah, shalat, zakat, shaum, haji.
2)    Mu’amalah dalam arti luas, tata aturan Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan benda. Mu’amalah dalam arti luas ini pada garis besarnya terdiri atas dua bagian besar: Al-Qanunu ‘l-Khas(khusus) hukum perdata (Mu’amalah dalam arti agak luas), yang meliputi: Mu’amalah dalam arti sempit yaitu hukum niaga: Munakahah ( hukum nikah ) waratsah ( hukum waris) dsb. Al-Qanunu ‘l-‘Am (umum) hukum publik yang meliputi: Jinayah (hukum pidana) Khilafah, yaitu hukum kenegaraan; Jihad, yaitu hukum perang dan damai. Dengan demikian Syari’ah memberikan kaidah kaidah umum (universal) dan kaedah-kaedah terperinci dan sangat pokok (fundamental).
3.    Akhlaq
a.    Pengertin Akhlak
1)    Secara etimologi kata akhlak berasal dari bahasa arab akhlaq, yang merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, yang artinya budi pekerti, peringai, tingkah laku atau tabiat. Kesamaan akar kata seperti ini mengisyaratkan bahwa salam akhlak tercakup pengerian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (tuhan) dengan perilaku makhluk (manusia).
2)    Secara terminologis, ada beberapa definisi tentang akhlak, antara lain:
a)    Menurut Al Ghazali:
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
b)   Menurut Ibrahim Anis:
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang buruk dengannya lahirlah perbuatan-perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan
c)    Menurut Abd Al-Kharim Zaidan
Akhlak adalah kumpulan nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk .[5]
       Ketiga definisi tersebut sepakat menyatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga ia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu.
Disamping istilah akhlak, juga dikenal istilah etika dan moral. Akhlak standartnya adalah Al-Quran dan hadist nabi, etika standartnya pertimbangan akal pikiran, dan moral standartnya adat kebiasaan yang umum berlaku dimasyarakat.

b.    Ruang Lingkup Akhlak

1)    Akhlak pribadi

Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak yang utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, disamping itu manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.

2)    Akhlak berkeluarga

Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat. Kewajiban orang tua terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua dan pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran-ajaran yang bijak, setiap agama telah memerintahkan kepada setiap orang yang mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu untuk memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara sabar, terdidik untuk berani berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri, kehormatan dan kemuliaan.
Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih berhak dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan hormati. Karena keduanya memelihara, mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan engkau, mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat. Dan coba ketahuilah bahwa saudaramu laki-laki dan permpuan adalah putera ayah dan ibumu yang juga cinta kepada engkau, menolong bapak dan mamakmu dalam mendidikmu, mereka gembira bilamana engkau gembira dan membelamu bilamana perlu. Pamanmu, bibimu dan anak-anaknya mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau selamat dan berbahagia, karena mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong keduanya disetiap keperluan.

3)    Akhlak bermasyarakat

Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika orang tuamu susah, mereka menolong, dan bersama-sama mencari kemanfaatan dan menolak kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka wajib atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga.
Pendidikan kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan social kemasyarakatan, kesusilaan/moral timbul di dalam masyarakat. Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat. Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri–sendiri dan terpisah satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok, bantu-membantu, saling membutuhkan dan saling mepengaruhi, ini merupakan apa yang disebut masyarakat. Kehidupan dan perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu sebagai anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan norma- norma kesusilaan yang berlaku.

4)    Akhlak bernegara

Mereka yang sebangsa denganmu adalah warga masyarakat yang berbahasa yang sama denganmu, tidak segan berkorban untuk kemuliaan tanah airmu, engkau hidup bersama mereka dengan nasib dan penanggungan yang sama. Dan ketahuilah bahwa engkau adalah salah seorang dari mereka dan engkau timbul tenggelam bersama mereka.

5)    Akhlak beragama

Akhlak ini merupakan akhlak atau kewajiban manusia terhadap tuhannya, karena itulah ruang lingkup akhlak sangat luas mencakup seluruh aspek kehidupan, baik secara vertikal dengan Tuhan, maupun secara horizontal dengan sesama makhluk Tuhan.













BAB III
 PENUTUP
Kesimpulan
1.    keimanan yang mengikat hati seseorang terhadap sesuatu yang diyakini dan di imani selama hidupnya. Rukun iman juga berkaitan dengan akidah. Karena tentang keimanannya terhadap rukun-rukun iman dan peranannya dalam kehidupan beragama. Rukun iman yang berupa keimanan kepada Allah dan para rasul, para malaikat, kitab-kitab yang diturunkan pada rasul-rasul, hari akhir, dan qadha’ dan qodar.
2.    Syariah yaitu segala sesuatu yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya, sebagai jalan lurus untuk memperoleh kebahagian dunia dan akhirat. Dan syariah itu mencakup aspek akidah dan akhlak selain aspek hukum. Syariah Islam memberikan tuntunan hidup khususnya pada umat Islam dan umumnya pada seluruh umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Muamalah dalam syariah Islam bersifat fleksibel tidak kaku. Dengan demikian Syariah Islam dapat terus menerus memberikan dasar spiritual bagi umat Islam dalam menyongsong setiap perubahan yang terjadi di masyarakat dalam semua aspek kehidupan.
Syariah Islam dalam muamalah senantiasa mendorong penyebaran manfaat bagi semua pihak, menghindari saling merugikan, mencegah perselisihan dan kesewenangan dari pihak yang kuat atas pihak-pihak yang lemah. Dengan dikembangkannya muamalah berdasarkan syariah Islam akan lahir masyarakat marhamah, yaitu masyarakat yang penuh rahmat.
3.    kumpulan nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk. Akhlak juga dikenal dengan etika dan moral. Akhlaklah yang menentukan nilai untuk diri kita sendiri. Maksutnya yaitu ketika akhlak kita baik maka penilaian orang terhadap kita juga baik dan begitupun sebaliknya.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya’ Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Fikr. 1989) Jld. 3
Al-Afriqi, Jamaluddin bin Muhammad. Lisan al-arab (Beirut: Dar al-Shhadir. 2001) Jld. VII
Nabhan, Muhammad Faruq. al-Madkhal li-Tassyri’ al-Islami (Beirut : Dar al-Qalam.1981)
Shalout, Muhammad. al-islam aqidah wa al-Syariah (Beirut: Dar al-Qalam. 1996). Cet.3
Syaltut, Mahmud. Al-Islam ‘Aqidah wa Syariah (Beirut: Dar al-Syuruq. 1972). Cet. Ke 6
















[1] Jamaluddin bin Muhammad al-Afriqi, Lisan al-arab, (Beirut: Dar al-Shhadir, t.th), Jld. VII, hal. 157.
[2] Muhammad Faruq Nabhan, al-Madkhal li-Tassyri’ al-Islami (Beirut : Dar al-Qalam, 1981), hal.11.
[3] Faruq Nabhan, opcit., hal.15.
[4] Muhammad Shalout, al-islam aqidah wa al-Syariah (Beirut: Dar al-Qalam, 1996), Cet.3, hal. 12.
[5] Abd. Al-Karim Zaidan, Ushul al-Dakwah (Baghdad: Jam’iyyah al-Amani, 1976), hal. 75.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar